Percuma. Aku sudah berhasil merekam isi manuskrip itu di kepalaku. Namun bahasanya bukanlah bahasa yang pernah kupelajari. Aku membutuhkan seseorang untuk menerjemahkan isi manuskrip ini. Sial. Siapa yang bisa?
Forgessa sedang berjalan melintasi ruang kerja Consdafold yang padat dan sesak. Semua orang bergerak, sibuk dengan urusan masing-masing. Ironis sebetulnya. Di sini mereka sama-sama berusaha menyelamatkan dunia, tapi pada pelaksanaannya bergerak sendiri-sendiri. Tiba-tiba seseorang menyapa Forgessa.
“Mau kopi?” tawar Scalligus pada Forgessa.
“Halo, Scalligus. Maaf. Tapi aku butuh konsentrasi sekarang,” tolak Forgessa.
“Baiklah. Apa itu yang kamu pegang?”
Forgessa mengangkat bahu dan menyerahkan sebuah salinan manuskrip pada Scalligus.
“Apa ini?” tanya Scalligus bingung.
“Entahlah. Aku justru sedang mencari orang yang bisa memberi tahu aku apa itu.”
Scalligus memperhatikan salinan manuskrip itu dengan teliti. Keningnya berkerut tanda dia sedang berpikir.
“Sepertinya aku pernah melihat ini,” ujar Scalligus.
“Oh ya? Di mana?” seru Forgessa bersemangat.
“Sebentar… Aku ingat-ingat dulu.”
Dalam hati Forgessa bersorak-sorai karena akhirnya menemukan titik terang dari masalahnya. Namun ternyata Scalligus tidak langsung memberikan penjelasan begitu saja. Dia hampir memaki Scalligus yang memakan waktu cukup lama untuk menggali memorinya. Baru saja Forgessa hendak berseru, ketika Scalligus menjentikkan kedua jarinya.
“Ini adalah hieroglyph generasi pertama!”
“Hah?” timpal Forgessa menyampaikan ketidakmengertiannya.
“Hieroglyph, yaitu huruf Mesir kuno, yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah generasi keempat. Masih ada generasi pertama yang jauh lebih kuno. Kalau tidak salah bentuk huruf-hurufnya seperti ini.”
Bukannya senang, Forgessa justru semakin lesu.
“Kamu tahu dari mana? Kalau itu benar, berarti akan semakin sulit menerjemahkannya,” sesal Forgessa.
“Tahu dari mana?” kata Scalligus sambil tersenyum bangga. “Begini-begini aku sempat jadi mahasiswa arkeologi. Karena satu dan lain hal aku tidak melanjutkan studiku, tetapi aku masih menaruh minat yang besar pada bidang tersebut.”
“Betulkah? Berarti seharusnya kamu bisa bantu aku mencari tahu arti tulisan ini,” seru Forgessa senang.
“Tentu bisa! Kita hanya perlu mendatangi satu tempat.”
“Serius? Di mana?”
“Rumah dosenku dulu. Ayo, ke sana!” ajak Scalligus.
Saturday, May 17, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment