SnakOm memang penuh trik licik dan keji dalam memuluskan misinya. Sebenarnya kami semua masih dibuat bingung berbagai hubungan antara Ritual Pemerasan jiwa kuno dengan Air terjun Victoria. Celurit, leher terpenggal, putus, kepala entah kemana, dan takkan bisa mencari badan baru. Uterus rahim, sumber awal dari segala kehidupan yang penuh kesucian dan kemagisan di dalamnya.
Dalam hieroglyph tersebut juga tampak gambar ular yang ditinjak seorang wanita dan disebelahnya kepala ular tersebut menggigit kaki wanita itu.. jika kuperhatikan sepertinya hieroglyph tidak menunjukkan kode - kode yang sebenarnya diperlukan bagi Consdafold. Kucium lalu kuraba seluruh permukaan hieroglyph tersebut. Ada yang aneh dengan baunya diriku yang telah sangat peka terhadap bau dan juga rasa dari sesuatu yang berhubungan dengan api ini mulai berpikir bahwa simbol dan gambar dalam hieroglyph tersebut merupakan tipuan belaka.
Semua sepertinya ada yang aneh dengan manuskrip kuno itu, setelah hidungku menangkap bau yang aneh, tanpa sengaja manuskrip itu tersandung oleh tanganku ke perapian rumah jasper.
Dhani dan Liza bagaikan tersedak biji kedondong melihat manuskrip yang sangat penting itu terbakar begitu saja. Mereka berdua menatapku dengan penuh kekecewaan. Mataku masih tertuju pada manuskrip yang terbakar itu.
"Lihat itu!" seruku sambil terperangah
"tidak ada yang perlu dilihat semuanya sudah berakhir. ah... padahal inilah titik awal kita menyusupi rencana SnakOm itu!" jawab Dhani dengan penuh kekecewaan
"tapi coba kau lihat itu, ini awal yang cerah untuk masuk ke rencana SnakOm" jawabku
Asap dari manuskrip itu sepertinya sudah dibuat menjelaskan rencana snakom. Asapnya berbentuk ular kobra yang sedang mematuk dunia, kemudian asapnya kembali seperti semula.
"ah sepertinya tidak ada yang istimewa dengan manuskrip itu. Tapi kita sudah menemukan sedikit jalan, Upacara pemerasan Jiwa" jawab liza
" Dhani coba kau bongkar perapian itu!" perintahku
"untuk apa? tidak ada gunanya" bantah Dhani dengan nada seakan tidak percaya lagi dengan aku"
"ah baiklah kalau begitu biar aku yang membongkarnya. Liza pinjamkan aku martil dan linggis."
Dengan semangat membara ingin memperlihatkan kepada mereka apa yang terjadi, ku bonkar perapian itu dengan penuh hati hati. kemudian sisi belakang perapian yang merupakan dinding tergambar jelas dengan garis putih di atas batu perapian.
Terlihat di sana gambar Ular yang melilit uterus, kemudian di sbelahnya orang memanah kearah samping kananku, lalu di sampingnya tergambar air terjun, kemudian rumus - rumus fisika yang sangat rumit, dan juga gambar turbin besar, roket, kemudian gambar jamur yang sangat lebar dan tinggi.
Sepertinya manuskrip itu hanya kecohan, ketika perhatian consdafold terpusat pada upacara pemerasan jiwa yang hanya rekayasa itu, mereka mulai merencanakan rencana sebenaranya manuskrip berkode VE5.
Tuesday, May 27, 2008
Monday, May 19, 2008
23 - NP
Pintu mahoni itu berayun anggun. Dari baliknya muncul sesosok wanita berambut abu-abu, terlihat mengantuk dengan secangkir kopi semendo harum di tangannya. Dia menatapku ramah, dan bingung tentunya. Belum sempat ia berkata-kata, Scalligus muncul dengan gerakan "surprise" dari persembunyiannya di balik punggungku, membuat kopi sang nyonya rumah nyaris tumpah seutuhnya.
"Aaaaaaahhh Dhaniiii!!" tawanya renyah, sambil memukuli Dhani -yang selama ini kukenal hanya sebagai Scalligus- dengan sayang. Sang terpukul hanya tertawa-tawa, sebelum akhirnya merangkul sang nyonya rumah dalam pelukan panjang penuh nostalgia. Liza Jasper, arkeolog Yunani nan kharismatik yang selama ini hanya kukenal lewat media, sekarang berdiri di depanku dengan tingkahnya yang mengejutkan. Ia begitu hangat dan ceria, dan melihatnya dengan Dhani bagaikan melihat seorang ibu yang menyambut kepulangan anaknya.
"Eh kamu ngapain tiba-tiba ke sini? Ini cewek kamu ya?" ujarnya bersemangat sambil menyuguhkan segelas teh rempah hangat. Sungguh, berkunjung ke rumahnya membuatku merasa kembali ke masa-masa kecilku di kampung. Sedikit senyumku berulas, tercubit kerinduan akan tenangnya dunia kanak-kanak.
"Maunya sih, Bunda! Udah bujang lapuk nih!" lagi-lagi tawa renyah memenuhi ruangan ini. Mau tak mau diriku pun terasa menghangat berada di tengah-tengah mereka. Satu jam kami berbasa-basi, bercerita dan bergosip kesana kemari, hingga kemudian sang dosen mulai penasaran akan maksud kedatangan kami yang sebenarnya.
“Ini Bunda,” Scalligus mengeluarkan salinan manuskrip sial itu. Liza meraihnya antusias, dan sinar kegirangan di matanya itu sedikit banyak membuatku optimis.
“Kita perlu main tebak-tebakan disini! Ningsih, Dhani ini jago dalam ngerangkai hieroglyph,” ujarnya hangat. Diamatinya kertas mungil itu sejenak,
“Keep, watch!”
“Amon-Ra”
“Soul”
“Hole, massive, blow,”
“Grim”
Liza berhenti, menggeser jarinya pada sebaris simbol dan menunjukkannya kepada kami.
“Dhani, ini nggak pernah Bunda temui. Kamu yakin ini simbolnya?” Segera kuanggukkan kepala. Aku benar-benar yakin akan keidentikan penyalinan seluruh simbol-simbol ini, termasuk barisan janggal ini: Sebarisan ular dalam berbagai gerakan. Ada yang terpenggal celurit, ada yang memakan celurit. Sebuah karakter yang unik menarik perhatianku: ular yang melilit uterus. Ya, aku yakin itu uterus. Tapi bagaimana mungkin orang Mesir kuno sudah mengenal uterus dan celurit? Bukankah ini hieroglyph generasi pertama?
“Bunda, Ningsih…” suara Dhani memecahkan kesunyian.
“Baris pertama itu…”
”Oh my god!! Pinter kamu Dhani!! The Omega Triangle!!"
Aku mengernyitkan dahi, antara bingung dan kesal,
“Itu ritual pemerasan jiwa orang Sumeria kuno, Ningsih,” terang Liza. Aku tersenyum sebal. Bagus!!! Sekarang aku menghadapi sebuah hieroglyph Mesir yang ditemukan di Zimbabwe yang menceritakan tentang ritual Sumeria kuno!!!
"Aaaaaaahhh Dhaniiii!!" tawanya renyah, sambil memukuli Dhani -yang selama ini kukenal hanya sebagai Scalligus- dengan sayang. Sang terpukul hanya tertawa-tawa, sebelum akhirnya merangkul sang nyonya rumah dalam pelukan panjang penuh nostalgia. Liza Jasper, arkeolog Yunani nan kharismatik yang selama ini hanya kukenal lewat media, sekarang berdiri di depanku dengan tingkahnya yang mengejutkan. Ia begitu hangat dan ceria, dan melihatnya dengan Dhani bagaikan melihat seorang ibu yang menyambut kepulangan anaknya.
"Eh kamu ngapain tiba-tiba ke sini? Ini cewek kamu ya?" ujarnya bersemangat sambil menyuguhkan segelas teh rempah hangat. Sungguh, berkunjung ke rumahnya membuatku merasa kembali ke masa-masa kecilku di kampung. Sedikit senyumku berulas, tercubit kerinduan akan tenangnya dunia kanak-kanak.
"Maunya sih, Bunda! Udah bujang lapuk nih!" lagi-lagi tawa renyah memenuhi ruangan ini. Mau tak mau diriku pun terasa menghangat berada di tengah-tengah mereka. Satu jam kami berbasa-basi, bercerita dan bergosip kesana kemari, hingga kemudian sang dosen mulai penasaran akan maksud kedatangan kami yang sebenarnya.
“Ini Bunda,” Scalligus mengeluarkan salinan manuskrip sial itu. Liza meraihnya antusias, dan sinar kegirangan di matanya itu sedikit banyak membuatku optimis.
“Kita perlu main tebak-tebakan disini! Ningsih, Dhani ini jago dalam ngerangkai hieroglyph,” ujarnya hangat. Diamatinya kertas mungil itu sejenak,
“Keep, watch!”
“Amon-Ra”
“Soul”
“Hole, massive, blow,”
“Grim”
Liza berhenti, menggeser jarinya pada sebaris simbol dan menunjukkannya kepada kami.
“Dhani, ini nggak pernah Bunda temui. Kamu yakin ini simbolnya?” Segera kuanggukkan kepala. Aku benar-benar yakin akan keidentikan penyalinan seluruh simbol-simbol ini, termasuk barisan janggal ini: Sebarisan ular dalam berbagai gerakan. Ada yang terpenggal celurit, ada yang memakan celurit. Sebuah karakter yang unik menarik perhatianku: ular yang melilit uterus. Ya, aku yakin itu uterus. Tapi bagaimana mungkin orang Mesir kuno sudah mengenal uterus dan celurit? Bukankah ini hieroglyph generasi pertama?
“Bunda, Ningsih…” suara Dhani memecahkan kesunyian.
“Baris pertama itu…”
”Oh my god!! Pinter kamu Dhani!! The Omega Triangle!!"
Aku mengernyitkan dahi, antara bingung dan kesal,
“Itu ritual pemerasan jiwa orang Sumeria kuno, Ningsih,” terang Liza. Aku tersenyum sebal. Bagus!!! Sekarang aku menghadapi sebuah hieroglyph Mesir yang ditemukan di Zimbabwe yang menceritakan tentang ritual Sumeria kuno!!!
Saturday, May 17, 2008
22 - FAP
Percuma. Aku sudah berhasil merekam isi manuskrip itu di kepalaku. Namun bahasanya bukanlah bahasa yang pernah kupelajari. Aku membutuhkan seseorang untuk menerjemahkan isi manuskrip ini. Sial. Siapa yang bisa?
Forgessa sedang berjalan melintasi ruang kerja Consdafold yang padat dan sesak. Semua orang bergerak, sibuk dengan urusan masing-masing. Ironis sebetulnya. Di sini mereka sama-sama berusaha menyelamatkan dunia, tapi pada pelaksanaannya bergerak sendiri-sendiri. Tiba-tiba seseorang menyapa Forgessa.
“Mau kopi?” tawar Scalligus pada Forgessa.
“Halo, Scalligus. Maaf. Tapi aku butuh konsentrasi sekarang,” tolak Forgessa.
“Baiklah. Apa itu yang kamu pegang?”
Forgessa mengangkat bahu dan menyerahkan sebuah salinan manuskrip pada Scalligus.
“Apa ini?” tanya Scalligus bingung.
“Entahlah. Aku justru sedang mencari orang yang bisa memberi tahu aku apa itu.”
Scalligus memperhatikan salinan manuskrip itu dengan teliti. Keningnya berkerut tanda dia sedang berpikir.
“Sepertinya aku pernah melihat ini,” ujar Scalligus.
“Oh ya? Di mana?” seru Forgessa bersemangat.
“Sebentar… Aku ingat-ingat dulu.”
Dalam hati Forgessa bersorak-sorai karena akhirnya menemukan titik terang dari masalahnya. Namun ternyata Scalligus tidak langsung memberikan penjelasan begitu saja. Dia hampir memaki Scalligus yang memakan waktu cukup lama untuk menggali memorinya. Baru saja Forgessa hendak berseru, ketika Scalligus menjentikkan kedua jarinya.
“Ini adalah hieroglyph generasi pertama!”
“Hah?” timpal Forgessa menyampaikan ketidakmengertiannya.
“Hieroglyph, yaitu huruf Mesir kuno, yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah generasi keempat. Masih ada generasi pertama yang jauh lebih kuno. Kalau tidak salah bentuk huruf-hurufnya seperti ini.”
Bukannya senang, Forgessa justru semakin lesu.
“Kamu tahu dari mana? Kalau itu benar, berarti akan semakin sulit menerjemahkannya,” sesal Forgessa.
“Tahu dari mana?” kata Scalligus sambil tersenyum bangga. “Begini-begini aku sempat jadi mahasiswa arkeologi. Karena satu dan lain hal aku tidak melanjutkan studiku, tetapi aku masih menaruh minat yang besar pada bidang tersebut.”
“Betulkah? Berarti seharusnya kamu bisa bantu aku mencari tahu arti tulisan ini,” seru Forgessa senang.
“Tentu bisa! Kita hanya perlu mendatangi satu tempat.”
“Serius? Di mana?”
“Rumah dosenku dulu. Ayo, ke sana!” ajak Scalligus.
Forgessa sedang berjalan melintasi ruang kerja Consdafold yang padat dan sesak. Semua orang bergerak, sibuk dengan urusan masing-masing. Ironis sebetulnya. Di sini mereka sama-sama berusaha menyelamatkan dunia, tapi pada pelaksanaannya bergerak sendiri-sendiri. Tiba-tiba seseorang menyapa Forgessa.
“Mau kopi?” tawar Scalligus pada Forgessa.
“Halo, Scalligus. Maaf. Tapi aku butuh konsentrasi sekarang,” tolak Forgessa.
“Baiklah. Apa itu yang kamu pegang?”
Forgessa mengangkat bahu dan menyerahkan sebuah salinan manuskrip pada Scalligus.
“Apa ini?” tanya Scalligus bingung.
“Entahlah. Aku justru sedang mencari orang yang bisa memberi tahu aku apa itu.”
Scalligus memperhatikan salinan manuskrip itu dengan teliti. Keningnya berkerut tanda dia sedang berpikir.
“Sepertinya aku pernah melihat ini,” ujar Scalligus.
“Oh ya? Di mana?” seru Forgessa bersemangat.
“Sebentar… Aku ingat-ingat dulu.”
Dalam hati Forgessa bersorak-sorai karena akhirnya menemukan titik terang dari masalahnya. Namun ternyata Scalligus tidak langsung memberikan penjelasan begitu saja. Dia hampir memaki Scalligus yang memakan waktu cukup lama untuk menggali memorinya. Baru saja Forgessa hendak berseru, ketika Scalligus menjentikkan kedua jarinya.
“Ini adalah hieroglyph generasi pertama!”
“Hah?” timpal Forgessa menyampaikan ketidakmengertiannya.
“Hieroglyph, yaitu huruf Mesir kuno, yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah generasi keempat. Masih ada generasi pertama yang jauh lebih kuno. Kalau tidak salah bentuk huruf-hurufnya seperti ini.”
Bukannya senang, Forgessa justru semakin lesu.
“Kamu tahu dari mana? Kalau itu benar, berarti akan semakin sulit menerjemahkannya,” sesal Forgessa.
“Tahu dari mana?” kata Scalligus sambil tersenyum bangga. “Begini-begini aku sempat jadi mahasiswa arkeologi. Karena satu dan lain hal aku tidak melanjutkan studiku, tetapi aku masih menaruh minat yang besar pada bidang tersebut.”
“Betulkah? Berarti seharusnya kamu bisa bantu aku mencari tahu arti tulisan ini,” seru Forgessa senang.
“Tentu bisa! Kita hanya perlu mendatangi satu tempat.”
“Serius? Di mana?”
“Rumah dosenku dulu. Ayo, ke sana!” ajak Scalligus.
Friday, May 09, 2008
21 - ABS
Ya... Kamipun bergulat, antara kepentingan pekerjaan kami masing-masing dan juga antara kepentingan cinta kami yang semakin lama semakin menggerus misi kami. Zimbabwe, hutan tropis yang menakjubkan dan air terjun yang penuh keajaiban akan membuat pergulatan kami ini semakin seru dan semakin indah. Bang Abdul, yang semakin menebar kasih sayangnya menyirami hatiku ini telah melupakan aku akan misi gila menyelamatkan dunia ini. Sejenak bisikan suara bariton parau Djosh terdengar mengaung keras di telingaku, "Selesaikan sekarang, Forgessa! ".
Ingin sekali kubalas perkataan Djosh itu bahwa sangat sulit bagiku menyelesaikan semua ini. Apalagi air terjun Victoria yang sangat fantastis ini juga terus menggodaku untuk mendorong Bang Abdul jatuh ke dalamnya. Tapi aku masih tidak sanggup melakukannya. Aku terlanjur memandang dia sebagai sesuatu yang sangat langka, hebat, dan terus membuatku terkesan. Aku malah berniat untuk menjaganya selalu dan juga memberikan kasih sayangku kepadanya. Abdul pun terlihat juga bergulat di dalam batinnya. Apakah ia harus menyelesaikan p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a ataupun juga bercumbu asmara dengan diriku.
Entah mengapa aku sangat yakin bahwa p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a itu adalah misi rahasianya di SnakOm. Zimbabwe, aku mulai curiga dengan gelagat anehnya yang setiap hari membawaku melihat air terjun Victoria tetapi tiba-tiba ia menghilang entah ke mana, dan saat aku berjalan ingin pulang tiba-tiba ia sudah ada di dekatku. Pasti ada sesuatu di Zimbabwe. Tapi seandainya ini semua rencana SnakOm, mengapa mereka melakukan misi rahasia ini di Zimbabwe? Mungkinkah air terjun Victoria ini menyimpan rahasia SnaKom. Air terjun itu sungguh dahsyat. Aku yakin pasti ada misi rahasia di balik derasnya air terjun Victoria.
Sedikit petunjuk mengapa mereka memilih air terjun ini... Air terjun Victoria.. Victorya.... Victory and Euphoria.
Seandainya SnakOm memilih air terjun ini sudah pasti mereka sangat menginginkan kemenangan dan kesenangan untuk menggapai misi mereka mengakhiri dunia ini dan mereka menjadi penguasa dunia.
Seandainya mereka ingin menenggelamkan Afrika, tentu saja membutuhkan tenaga dari alam yang sangat besar. Sungguh air terjun Victoria yang sangat deras itu sepertinya tenaga alam yang pasti mereka butuhkan. Ditambah lagi letak Zimbabwe yang walaupun tidak berbatasan langsung dengan bibir pantai tapi jika tenaga sangat besar meledakan negeri itu sampai ke pusatnya, tentu letak Zimbabwe yang berada di sentral Afrika bagian selatan akan menyebabkan negara-negara lain di sekitarnya akan mengerucut ke dalam dan menyebabkan air laut dari Samudera Hinda dan Samudera Atlantik akan mampu menenggelamkan Afrika bagian selatan. Dan pasti seluruh pelosok benua Afrika juga akan ikut berpengaruh.
Tapi apa yang akan mereka lakukan aku belum tahu pasti. Akhirnya kuputuskan untuk membunuh semua rasa cintaku yang dapat menghancurkan dunia ini. Dunia yang telah membuatku jadi berarti untuk menyelamatkannya. Kucoba masuk ke ruang kerja Bang Abdul yang hari itu tidak ia kunci dan ia entah pergi ke mana! Peti berlambang SnakOm yang berada di dalam kamar mandi di ruang kerja yang tergantung bagaikan kotak P3K itu kubuka dengan sedikit kekuatan aneh dan rahasia yang ada di tubuhku ini.
Manuskrip rahasia berkodekan VE5.
VE5, aku tahu apa arti kode itu. Victoria and Euphoria dan 5 merupakan jumlah huruf dalam kata omega.
Kucoba membaca manuskrip rahasia itu dan membuat salinannya dengan cepat di otakku yang telah meningkat kemampuannya berlipat kali dari sebelumnya.
Ingin sekali kubalas perkataan Djosh itu bahwa sangat sulit bagiku menyelesaikan semua ini. Apalagi air terjun Victoria yang sangat fantastis ini juga terus menggodaku untuk mendorong Bang Abdul jatuh ke dalamnya. Tapi aku masih tidak sanggup melakukannya. Aku terlanjur memandang dia sebagai sesuatu yang sangat langka, hebat, dan terus membuatku terkesan. Aku malah berniat untuk menjaganya selalu dan juga memberikan kasih sayangku kepadanya. Abdul pun terlihat juga bergulat di dalam batinnya. Apakah ia harus menyelesaikan p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a ataupun juga bercumbu asmara dengan diriku.
Entah mengapa aku sangat yakin bahwa p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a itu adalah misi rahasianya di SnakOm. Zimbabwe, aku mulai curiga dengan gelagat anehnya yang setiap hari membawaku melihat air terjun Victoria tetapi tiba-tiba ia menghilang entah ke mana, dan saat aku berjalan ingin pulang tiba-tiba ia sudah ada di dekatku. Pasti ada sesuatu di Zimbabwe. Tapi seandainya ini semua rencana SnakOm, mengapa mereka melakukan misi rahasia ini di Zimbabwe? Mungkinkah air terjun Victoria ini menyimpan rahasia SnaKom. Air terjun itu sungguh dahsyat. Aku yakin pasti ada misi rahasia di balik derasnya air terjun Victoria.
Sedikit petunjuk mengapa mereka memilih air terjun ini... Air terjun Victoria.. Victorya.... Victory and Euphoria.
Seandainya SnakOm memilih air terjun ini sudah pasti mereka sangat menginginkan kemenangan dan kesenangan untuk menggapai misi mereka mengakhiri dunia ini dan mereka menjadi penguasa dunia.
Seandainya mereka ingin menenggelamkan Afrika, tentu saja membutuhkan tenaga dari alam yang sangat besar. Sungguh air terjun Victoria yang sangat deras itu sepertinya tenaga alam yang pasti mereka butuhkan. Ditambah lagi letak Zimbabwe yang walaupun tidak berbatasan langsung dengan bibir pantai tapi jika tenaga sangat besar meledakan negeri itu sampai ke pusatnya, tentu letak Zimbabwe yang berada di sentral Afrika bagian selatan akan menyebabkan negara-negara lain di sekitarnya akan mengerucut ke dalam dan menyebabkan air laut dari Samudera Hinda dan Samudera Atlantik akan mampu menenggelamkan Afrika bagian selatan. Dan pasti seluruh pelosok benua Afrika juga akan ikut berpengaruh.
Tapi apa yang akan mereka lakukan aku belum tahu pasti. Akhirnya kuputuskan untuk membunuh semua rasa cintaku yang dapat menghancurkan dunia ini. Dunia yang telah membuatku jadi berarti untuk menyelamatkannya. Kucoba masuk ke ruang kerja Bang Abdul yang hari itu tidak ia kunci dan ia entah pergi ke mana! Peti berlambang SnakOm yang berada di dalam kamar mandi di ruang kerja yang tergantung bagaikan kotak P3K itu kubuka dengan sedikit kekuatan aneh dan rahasia yang ada di tubuhku ini.
Manuskrip rahasia berkodekan VE5.
VE5, aku tahu apa arti kode itu. Victoria and Euphoria dan 5 merupakan jumlah huruf dalam kata omega.
Kucoba membaca manuskrip rahasia itu dan membuat salinannya dengan cepat di otakku yang telah meningkat kemampuannya berlipat kali dari sebelumnya.
20 - NP
Ada kenangan-kenangan yang menyayatku diam-diam, di saat getaran-getaran sunyi menyapa kesepianku yang terpendam. Dua bulan sudah aku berada dalam pelukan Bang Abdul, panggilan sayangku pada sang pemegang kunci dari misi kami ini. Segalanya aku dapatkan: uang yang berlimpah, cerita-cerita menyenangkan, birahi penuh gelora, kehangatan, dan bahkan kasih sayang. Tapi tak tertinggal juga perasaan pilu dari nurani seorang wanita yang mengabdikan dirinya sebagai benda mati tanpa perasaan. Aku adalah sebuah benda bernama wanita yang menawarkan sebuah harta bernama cinta, mengurasnya sampai tetes terakhir, lalu merelakan diriku dibuang sebagai ampas yang telah kehilangan sari-sari termanis dalam esensi kemanusiaannya. Ketika itulah orang-orang akan mengelu-elukan diriku sebagai pengantar kejayaan mereka. Ketika itulah aku habis.
Sebuah sentuhan lembut menghapus air mata di pipiku. Senyum hangat itu, yang aku dapatkan hampir setiap hari dalam seminggu, yang entah menentramkanku atau menghancurkanku.
“Ning, apa yang terjadi terjadilah...”
Kutatap matanya dalam-dalam. Dia tidak tahu. Ada seratus ribu tatapan bohong di balik mata yang dia bilang kesukaannya ini. Begitu juga di matanya, aku tahu itu. Dan aku belum memenangkan hatinya, meskipun aku bisa merasakan kejujurannya di saat menghibur aku yang selalu berduka. Baginya, aku adalah pecun tercerdas, terlembut, terindah, dengan hati yang paling remuk karena kisah cinta di masa lampau. Akulah kombinasi terunik dari keliaran imajinasi dan kerapuhan hati, yang tidak didapatnya dari keluarga yang dikasihinya dengan segenap hati juga. Aku tahu itu karena sampai sekarang aku belum dibuangnya, yang akan terus kupertahankan selama mungkin. Ada satu yang kutakutkan: apakah aku akan mencintainya daripada dia yang jatuh cinta padaku? Sesungguhnya, kerapuhanku adalah jujur...
“Ning...”
Senyum termanisku kulemparkan ke sudut matanya.
“Apakah kau mau ikut denganku ke Zimbabwe?”
Aku tergelak, “Zimbabwe yang satu dolarnya sama dengan seperlimapuluhjuta dolar AS itu?”
Dia pun tergelak dengan tawa renyah yang kadang kurindukan, “Ya, ada kerjaan di sana. Sepertinya aku butuh sedikit hiburan dari wanita cantik.”
Nalarku menggeliat. Pekerjaan apa gerangan? Dia tidak pernah membawa wanita dalam setiap p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a. Senyum malu-malu segera kulukis di sudut bibirku, dan dalam gerakan menggoda dengan segala maksud untuk memamerkan sensualitas, kumasukkan lingerie paling seksi ke dalam koper terdekat. Satu kecupan di telinganya sambil kubisikkan,
“Sepertinya akan menyenangkan,”
Dan kami pun bergulat.
Sebuah sentuhan lembut menghapus air mata di pipiku. Senyum hangat itu, yang aku dapatkan hampir setiap hari dalam seminggu, yang entah menentramkanku atau menghancurkanku.
“Ning, apa yang terjadi terjadilah...”
Kutatap matanya dalam-dalam. Dia tidak tahu. Ada seratus ribu tatapan bohong di balik mata yang dia bilang kesukaannya ini. Begitu juga di matanya, aku tahu itu. Dan aku belum memenangkan hatinya, meskipun aku bisa merasakan kejujurannya di saat menghibur aku yang selalu berduka. Baginya, aku adalah pecun tercerdas, terlembut, terindah, dengan hati yang paling remuk karena kisah cinta di masa lampau. Akulah kombinasi terunik dari keliaran imajinasi dan kerapuhan hati, yang tidak didapatnya dari keluarga yang dikasihinya dengan segenap hati juga. Aku tahu itu karena sampai sekarang aku belum dibuangnya, yang akan terus kupertahankan selama mungkin. Ada satu yang kutakutkan: apakah aku akan mencintainya daripada dia yang jatuh cinta padaku? Sesungguhnya, kerapuhanku adalah jujur...
“Ning...”
Senyum termanisku kulemparkan ke sudut matanya.
“Apakah kau mau ikut denganku ke Zimbabwe?”
Aku tergelak, “Zimbabwe yang satu dolarnya sama dengan seperlimapuluhjuta dolar AS itu?”
Dia pun tergelak dengan tawa renyah yang kadang kurindukan, “Ya, ada kerjaan di sana. Sepertinya aku butuh sedikit hiburan dari wanita cantik.”
Nalarku menggeliat. Pekerjaan apa gerangan? Dia tidak pernah membawa wanita dalam setiap p-e-k-e-r-j-a-a-n-n-y-a. Senyum malu-malu segera kulukis di sudut bibirku, dan dalam gerakan menggoda dengan segala maksud untuk memamerkan sensualitas, kumasukkan lingerie paling seksi ke dalam koper terdekat. Satu kecupan di telinganya sambil kubisikkan,
“Sepertinya akan menyenangkan,”
Dan kami pun bergulat.
Sunday, March 23, 2008
19 - FAP
Forgessa menatap lesu segelas air di hadapannya. Dalam beberapa menit, rapat rahasia Consdafold akan dimulai, dan dia benar-benar tidak berminat untuk mengikutinya. Sudah berkali-kali dia meminta Djosh untuk mengizinkan dirinya untuk tidak rapat. Namun Forgessa adalah pemain krusial dalam perang ini, tentu Djosh menolak permintaannya.
“Forgessa, bagaimana misimu?” tanya Djosh membuyarkan lamunannya. Forgessa tidak sadar bahwa rapat telah dimulai.
“Tenang saja. Si Abdul itu bukan apa-apa,” jawab Forgessa malas sambil mengibaskan tangan kanannya.
“Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan yang lain? Ada kemajuan? Ya, Scalligus?” lempar Djosh lagi pada anak buahnya.
“Belum ada kemajuan yang berarti,” jawab Scalligus. “SnakOm tampaknya belum siap untuk mengambil langkah-langkah drastis. Mereka belum memecahkan telur apapun.”
“Baiklah…”
Rapat pun terus berlanjut. Forgessa diam saja, tidak berminat untuk bergabung sama sekali. Alangkah lega dirinya saat rapat itu selesai. Forgessa langsung bergegas menuju mobilnya agar segera pergi dari sana. Sialnya mobil tuanya tiba-tiba tidak bisa dinyalakan.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pemuda tampan yang tiba-tiba muncul di samping jendela Forgessa. Forgessa tampak mengingat-ingat sebentar.
“Anda yang bernama sandi Scalligus, ya?”
“Betul sekali. Ada masalah dengan mobilnya?” tanya Scalligus dengan senyum ramah. Forgessa hanya mengangkat bahu.
“Boleh menumpang?” kata Forgessa.
“Tentu! Silakan!”
Tanpa banyak komentar, Forgessa pun menaiki mobil Scalligus. Forgessa tak banyak bicara. Entah mengapa dia sudah mulai jenuh. Sementara Scalligus sendiri terus mengoceh tanpa henti.
“Scalligus, aku turun di sini saja,” sela Forgessa saat mobil Scalligus berhenti di lampu merah. Sebelum Scalligus sempat menghentikannya, Forgessa sudah berlalu.
Apa mauku sekarang?
Random 5 menatap Forgessa dari layar pengintai. Sulit. Ternyata Forgessa lebih sulit untuk ditembus dari yang dipikirkannya. Dia terlalu meremehkan Forgessa.
“Forgessa, bagaimana misimu?” tanya Djosh membuyarkan lamunannya. Forgessa tidak sadar bahwa rapat telah dimulai.
“Tenang saja. Si Abdul itu bukan apa-apa,” jawab Forgessa malas sambil mengibaskan tangan kanannya.
“Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan yang lain? Ada kemajuan? Ya, Scalligus?” lempar Djosh lagi pada anak buahnya.
“Belum ada kemajuan yang berarti,” jawab Scalligus. “SnakOm tampaknya belum siap untuk mengambil langkah-langkah drastis. Mereka belum memecahkan telur apapun.”
“Baiklah…”
Rapat pun terus berlanjut. Forgessa diam saja, tidak berminat untuk bergabung sama sekali. Alangkah lega dirinya saat rapat itu selesai. Forgessa langsung bergegas menuju mobilnya agar segera pergi dari sana. Sialnya mobil tuanya tiba-tiba tidak bisa dinyalakan.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang pemuda tampan yang tiba-tiba muncul di samping jendela Forgessa. Forgessa tampak mengingat-ingat sebentar.
“Anda yang bernama sandi Scalligus, ya?”
“Betul sekali. Ada masalah dengan mobilnya?” tanya Scalligus dengan senyum ramah. Forgessa hanya mengangkat bahu.
“Boleh menumpang?” kata Forgessa.
“Tentu! Silakan!”
Tanpa banyak komentar, Forgessa pun menaiki mobil Scalligus. Forgessa tak banyak bicara. Entah mengapa dia sudah mulai jenuh. Sementara Scalligus sendiri terus mengoceh tanpa henti.
“Scalligus, aku turun di sini saja,” sela Forgessa saat mobil Scalligus berhenti di lampu merah. Sebelum Scalligus sempat menghentikannya, Forgessa sudah berlalu.
Apa mauku sekarang?
Random 5 menatap Forgessa dari layar pengintai. Sulit. Ternyata Forgessa lebih sulit untuk ditembus dari yang dipikirkannya. Dia terlalu meremehkan Forgessa.
Thursday, March 20, 2008
18 - ABS
Entah bagaimana caraku untuk mendekati pria ini. Sorot matanya yang tajam seakan-akan mengoyak-ngoyak hati orang yang mencoba mendekatinya. Perjumpaan kami di bandara Imam Khomeini, Dubai yang telah Consdafold rencanakan membuatku gugup setengah mati untuk sekadar bertanya jam berapa saat ini. Suara gemetarku keluar saat ia sedang duduk santai membaca koran. Dipandanginya semua tubuhku yang sangat menggoda ini saat ia menoleh ke arahku sambil melihat jam Rolexnya itu. "Jam 12.30 sekarang. Apa nona tidak melihat jam digital besar yang tergantung di depan itu?" tanyanya.
"Maaf, tapi alangkah baiknya jika dengan tidak melihat jam besar itu saya sekarang memiliki teman bicara yang sangat mengesankan," jawabku kepadanya dengan jantungku yang berdegup semakin kencang.
"Perkenalkan, Nona, namaku Raizarun Abdul Tholib. Sungguh mata saya tidak akan bisa lepas dari magnet-magnet di tubuh Nona yang terus menarik mata saya untuk memandangi Nona. Boleh tahu ke mana Nona mau pergi?"
"Saya akan ke Singapura. perkenalkan, nama saya Forgessa. Dan hati saya tidak akan berhenti berdegup kencang jika terus melihat mata Tuan dan mendengar suara anda membuat saya tahu betapa lembutnya anda!"
Itulah perkenalanku dengan Raizarun Abdul Tholib, seorang tangan kanan dari SnakOm. Kami terus berbincang-berbincang di pesawat. Entah bagaimana kami bisa duduk berdampingan. Sungguh tidak terlihat ia seorang pembantai kejam. Ditambah sorot matanya itu yang membuatku makin menyukainya. Ku terus menggodanya dengan tutur kata sopan dan membuatnya tertarik padaku. Sepertinya ia mulai menyukaiku, ini terlihat dari matanya yang terus memandangiku seakan-akan tidak percaya akan kesempurnaan tubuhku ini. Tanpa sengaja kulihat tato ular dan lambang omega di telapak tangannya.
"Apa tato itu dari orang tua anda? Gambarnya sangat unik dan pasti ada maknanya. Maukah anda bercerita sedikit tentang tato itu?"
"Ini adalah tato yang diberikan kakek buyutku, seorang Al-Murrah yang menurutnya gambar ini mucul di mimpi kakek buyutku dan membuatnya mampu mengubah dunia ini di mimpinya. Dan itu ambisiku, mengubah dunia ini, dunia yang sudah dipenuhi kebusukan!"
Jawabannya itu membuatku tahu bahwa seorang SnakOm sangatlah tenang, pintar, dan sangat meyakinkan bahwa mereka sangatlah hebat. Tanpa kuduga Raizarun Abdul Tholib memberiku kartu nama dan ia juga meminta kartu namaku dan berjanji akan menghubungiku lagi nanti malam. Sepertinya ia sangat tergesa-gesa begitu pesawat telah mendarat di Bandara Internasional Changi. Sepertinya ada pertemuan rahasia yang harus segera ia hadiri.
Kuikuti langkah cepatnya itu dengan sangat hati-hati. Aku harus mengikutinya untuk mengetahui gerak-geriknya....
"Maaf, tapi alangkah baiknya jika dengan tidak melihat jam besar itu saya sekarang memiliki teman bicara yang sangat mengesankan," jawabku kepadanya dengan jantungku yang berdegup semakin kencang.
"Perkenalkan, Nona, namaku Raizarun Abdul Tholib. Sungguh mata saya tidak akan bisa lepas dari magnet-magnet di tubuh Nona yang terus menarik mata saya untuk memandangi Nona. Boleh tahu ke mana Nona mau pergi?"
"Saya akan ke Singapura. perkenalkan, nama saya Forgessa. Dan hati saya tidak akan berhenti berdegup kencang jika terus melihat mata Tuan dan mendengar suara anda membuat saya tahu betapa lembutnya anda!"
Itulah perkenalanku dengan Raizarun Abdul Tholib, seorang tangan kanan dari SnakOm. Kami terus berbincang-berbincang di pesawat. Entah bagaimana kami bisa duduk berdampingan. Sungguh tidak terlihat ia seorang pembantai kejam. Ditambah sorot matanya itu yang membuatku makin menyukainya. Ku terus menggodanya dengan tutur kata sopan dan membuatnya tertarik padaku. Sepertinya ia mulai menyukaiku, ini terlihat dari matanya yang terus memandangiku seakan-akan tidak percaya akan kesempurnaan tubuhku ini. Tanpa sengaja kulihat tato ular dan lambang omega di telapak tangannya.
"Apa tato itu dari orang tua anda? Gambarnya sangat unik dan pasti ada maknanya. Maukah anda bercerita sedikit tentang tato itu?"
"Ini adalah tato yang diberikan kakek buyutku, seorang Al-Murrah yang menurutnya gambar ini mucul di mimpi kakek buyutku dan membuatnya mampu mengubah dunia ini di mimpinya. Dan itu ambisiku, mengubah dunia ini, dunia yang sudah dipenuhi kebusukan!"
Jawabannya itu membuatku tahu bahwa seorang SnakOm sangatlah tenang, pintar, dan sangat meyakinkan bahwa mereka sangatlah hebat. Tanpa kuduga Raizarun Abdul Tholib memberiku kartu nama dan ia juga meminta kartu namaku dan berjanji akan menghubungiku lagi nanti malam. Sepertinya ia sangat tergesa-gesa begitu pesawat telah mendarat di Bandara Internasional Changi. Sepertinya ada pertemuan rahasia yang harus segera ia hadiri.
Kuikuti langkah cepatnya itu dengan sangat hati-hati. Aku harus mengikutinya untuk mengetahui gerak-geriknya....
Subscribe to:
Posts (Atom)