Api di mana-mana. Dia menari-nari indah dalam kobaran api. Senyumnya terulas pedih. Dibiarkannya api menjilati tubuhnya. Jelaga menghabisi kecantikannya. Tapi dia tidak terbakar.
AKU TIDAK TERBAKAR!!!
Aku terlonjak bangun. Gerakanku begitu tiba-tiba sampai dua orang polisi yang tadinya mengurusi aku mundur sekitar dua meter. Satu kerdip. Kudapati Tri Ramayana berdiri tenang beberapa meter dariku. Dua kerdip. Kudapati lidah-lidah api mungil menari anggun menghabisi sisa-sisa puing rumah tua Pras lengkap dengan halamannya. Tiga kerdip. Tak ada Pras dimana-mana.
”Pras!!! Mana Pras?!” aku terlonjak berdiri. Hatiku tidak karuan. Apa lagi kali ini?! Kedua polisi di sampingku berusaha menenangkanku, tapi tenaga mereka tak cukup kuat untuk menghentikan langkah panikku menuju puing-puing rumah. Tak kutemukan apa-apa, dan selanjutnya aku tak mengerti lagi ke mana kakiku melangkah. Yang kuingat hanyalah langkah-langkah bingungku diiringi tatapan prihatin orang-orang dalam kacaunya hiruk pikuk. Selanjutnya gelap.
***
Aku terbangun. Hal pertama yang kulihat adalah jam antik di sudut ruangan. Selanjutnya kukenali lukisan abstrak aneh serta susunan acak sofa tempatku tidur ini. Rumah Tri Ramayana. Aku tersenyum pedih ketika kujumpai dia duduk manis di depanku. Bersama Djosh tentunya.
”Kalian berdua setan,” sapaku dingin. Aku sendiri terkejut mendapati ketenanganku ketika mengucap kalimat ini.
”Ningsih, bukan kami yang membakar rumah Pras,” Tri berusaha menjelaskan walaupun Djosh tetap tersenyum tenang seperti biasanya.
”Aku tahu aku yang melakukannya. Kau ingat kunci yang kau berikan, Tri? Ya, kunci itu membawaku menemukan kekuatanku. Tapi itu juga kunci yang mengikatku. Mengunciku bersama kalian sehingga aku tidak punya pilihan lain kecuali bergabung.”
”Kau sudah bersama kami sejak hari kau mendapatkan identitas Forgessa 77 mu, Ningsih. Kau yang memilih. Dan kekuatanmu, kau hanya tak sadar bahwa ia sudah ada sejak dulu. Justru kunci itulah yang membawamu sadar akan kekuatanmu,” jelas Tri lagi.
”Dan apa pembelaan kalian atas apa yang kalian lakukan pada Pras?!”
”Kau belum siap menghadapi masa lalumu, Ningsih. Kami hanya menunda sampai kau siap untuk itu.”
”Pras tidak kutemukan di mana-mana!!”
”Dia tidak mati, Ningsih. Tapi kami masih harus mengisolasimu dari segala hal yang berhubungan dengan masa lalumu.”
Wajahku tetap dingin walau hatiku koyak. Aku tak tahu apakah organ-organ tubuhku masih bekerja dengan waras. Aku tak menyangka aku akan sejauh ini. Aku tak menyangka akan kudapati bahwa masa laluku bukan seperti yang aku ingat selama ini. Aku tak menyangka aku punya kekuatan api yang destruktif. Aku tak menyangka akan terikat seperti ini. Aku bahkan tak pernah berprasangka apa-apa...
Aku ingin jadi pelacur. Kembalikan aku jadi pelacur...
”Kau akan tetap jadi pelacur, Forgessa...” Djosh akhirnya bersuara.
”Dengan sedikit pekerjaan ekstra," lanjutnya.
"Yang kau butuhkan hanya sedikit latihan... Dan pembiasaan.”
Wednesday, March 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment