Aku termangu. Bulir-bulir air dari shower deras menyusuri setiap jengkal tubuhku. Aku tidak bisa merasakan kenikmatannya. Terlalu berat bagi panca inderaku untuk menikmati segarnya air. Seluruh tubuhku pegal. Sakit di setiap titik. Aku masih termangu.
Kejadian seperti ini lagi.
Otakku berusaha mengumpulkan kepingan-kepingan kesadaran setiap detik yang kulalui semalam.
Apa yang terjadi? Kenapa aku kotor seperti ini... lagi?
Sesuatu salah dalam diriku. Aku tahu ini. Entah sejak kapan aku mulai menemukan diriku terkulai lemah di pagi hari, ketika malamnya segenap otakku yakin bahwa aku tertidur nyenyak. Entah sejak kapan urat-urat kakiku mulai bermunculan, dan tanpa sebab kakiku ditumbuhi otot-otot ramping layaknya kaki yang terlatih berjalan jauh. Aku tak pernah menemukan mengapa. Setidaknya belum.
Kuputuskan bergegas meninggalkan kekacauan ini. Setidaknya aku belum melakukan sesuatu yang membahayakan. Segera kugosok sekujur tubuhku. Jemariku sempat bingung saat kugosok kaki rampingku yang kini berotot.
Aku harus mulai berpikir..
Dua minggu? Satu minggu? Kulirik pakaian kotorku di sudut shower box.
Mengapa bisa begitu kotor? Kemana aku semalam? Seingatku tidak ada tempat yang memungkinkanku sekotor itu di dekat sini, di kompleks perumahan elit ini. Bagaimana mungkin? Apakah aku berjalan berkilo-kilo melewati kompleks, jauh ke tempat yang aku tak tahu dimana?
Dimana? Dimana??
Kukeringkan tubuhku sambil beranjak keluar kamar mandi. Mungkin ada petunjuk di dekat sini? Kusapukan pandangan ke seluruh ruangan kamar. Seonggok benda asing menggugah mataku. Sebuah kertas yang basah. Dan bau, ketika kudekati. Beruntung sekali kertas ini belum begitu kering. Kubuka kertas ini dengan hati-hati, dan jijik tentunya. Sebuah peta? IQ rendahku tergelitik. Aku tertawa ngeri dalam hati. Semalam aku berjalan-jalan tanpa sadar dengan membawa sebuah peta? Tuhan, katakan aku belum gila!!
Apakah aku yang membuat peta ini?? Apa yang aku cari?? Apa sebenarnya yang terjadi??
Aku kalap. Aku sangat kalap. Beruntung serangkaian getaran lembut menyadarkanku kembali ke tempatku berada seharusnya. Kuraih handphone-ku. Mami Rosa. Asyik! Pasti orderan! Semoga pria lembut yang memesanku kali ini.
”Ya, Mami?”
”Ningsih, kamu bisa ke Sahid sekarang?”
”Boleh tahu siapa, Mami?”
”Pejabat. Kamu tahu, toh, Antasari Antasari itu? Nah, dia itu.”
”Wah asyiiik! Oke, aku langsung ke situ mami!”
Secepat kilat aku berdandan. Gaun sutra segera membalut tubuhku, memperlihatkan lekuk-lekuk sempurnanya. Lupakan saja lah masalah tadi! Berharap saja tidak terjadi lagi. Segera kupacu Ford-ku menuju Sahid. Aku terlalu excited melewatkan ini...
Friday, March 07, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment